Wednesday, November 30, 2016

Narasa tentang Pahlawan ( Ibu )



Seorang pejuang, mempertaruhkan nyawa demi seseorang, yang bahkan tak pernah beliau pikirkan bahwa seseorang tersebut akan ingat jasanya, akan ingat perjuangannya akan ingat pengorbanannya. Ibuku tak pernah mengeluh ketika aku menangis disela tidurnya, ketika aku menangis bahkan ketika di tengah-tengah kegiatan yang paling pentingpun , beliau dengan telaten selalu berusaha terus memenangkanku apapun caranya dan bagaimanapun caranya. Sedikit beranjak ke waktu kanak-kanak, saat-saat ia mengajariku berjalan, berhitung, membaca, dan berbicara yang baik. Ketika aku terjatuh atau tersandung dan memang aku yang salah, tapi sedikitpun ia tak pernah menyalahkanku, ibuku selalu berkata bahwa penyebabnya yang membuatku terjatuh bukan akunya yang sebagai pelaku. Ia memang tak sepintar guru professional, tapi ketelatenan, kesabaran dan kasih saying yang ia berikan ketika mengajar anak-anaknya adalah nilai lebih yang ia miliki. Saat ia membelaku ketika diejek teman-temanku karena hal sepele tapi ia tetap membelaku.
Aku teringat ketika masih duduk dibangku sd, ia menceritakan padaku, bahwa beliau telah menjadi seorang yatim piatu diusia 10 tahun. Ketika itu beliau berkisah, hidupnya serba kekurangan, masa kecilnya terpaksa menjadi seorang yang dewasa belum pada waktunya, beliau berkata “ memang berat, tapi mau bagaimana lagi, mau mengadu pada siapa ?” sungguh tangguh ia menjalani hidup yang bert itu dan hanya bisa bergantung pada adik ibunya yang kini kami sebut sebagai nenek, layaknya nenek kandung kami.
Beliau berkisah ketika nanti berkeluarga, jangan sampai anak-anaknya kekurangan dari segi finansial ataupun tanggung jawab, makanya beliau menuturkan biarlah kami ( Ibu dan Ayah ) yang tak makan, tapi jangan anak-anak kami. Raut wajah cape, Lelah dan letih pasti terlihat dan tergambar diwajahnya. Sungguh beliau wanita tangguh dan penuh kasih sayang, ia memarahiku, tapi tak pernah dalam waktu yang lama. Ia selalu jadi solusiku ketika meminta pendapat, bahkan ketika berpakaian pun aku selalu meminta pendapat beliau.
Beliau selalu menjadi pelindung kami (anak-anaknya), ia selalu bisa menempatkan diri dalam situasi apapun , saat-saat ia menjadi teman berbagi keluh kesahku atau bahkan saat ia menjadi orang tua yang memberi nasihat pada anaknya,  menjadi panutanku.kala itu Disaat aku terpuruk dengan sebuah kegagalan, ia selalu berkata tetap bangga telah memiliki aku sebagai anaknya apaun keadaanya dan apapun hasil yang kuraih, menurut beliau batu permata yang indah akan selalu bersinar dan terlihat diantara tumpukkan emas yang berkilauan. Beliau selalu menuntunku, mengingatkanku ketika lupa beribadah, berlaku yang kurang baik atau apapun itu.
Kini kami ( anak-anaknya ) selalu diingatkan, janganlah pernah mengambil jalan yang salah dalam sebuah pilihan, selalu ambil kesempatan apapun hasilnya, jangan pernah malu dengan keadaan tapi seharusnya keadaan yang kami permalukan dengan tekad. Baginya kami(anak-anaknya) adalah jawaban doa penantian dari Allah. Tapi Anak-anak terkadang malah menganggap ia beban bagi orang tuanya bukan sebagai jawaban doa. Bagiku Beliau (ibu) lah pahlawanku, pahlawan yang tak perlu mendapatkan gelar seperti pahlawan proklamasi ataupun pahlawan nasional lainnya, tapi beliau adalah pahlawan hidupku, pejuang sejati, penopang dan pendukung cita-cita anaknya, yang terus berjuang jiwa raga, dalam sujud dan do’a pada ilahi

0 comments:

Post a Comment